Definisi, Sejarah, dan Hakikat Tes Psikologi
Daftar Isi
Definisi Tes, Tes psikologi, Psikotes, dan Pemeriksaan Psikologi
Anastasi (1971) mengemukakan : “A Psychologycal test is essentially an objective and standartdized measure a sample behavior”. Bahwa esensi dari tes psikologi merupakan penentuan yang objektif dan distandarisasikan terhadap sampel tingkah laku. Pada dasarnya tes psikologi merupakan kumpulan pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab, dan/atau tugas-tugas yang harus dikerjakan yang akan memberikan informasi mengenai aspek psikologis tertentu berdasarkan dari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan atau cara subjek melakukan tugas-tugas tersebut.
Sedangkan Psikotes berarti percobaan, pengujian atau pemerikasaan mengenai satu atau beberapa segi kehidupan kejiwaan seseorang, karena ujian maka seseorang bisa lulus atau tidak. Istilah psikotes ini justru kurang populer di kalangan psikolog, sebab istilah ini seolah-olah menjadikan testee sebagai objek atau testernya punya kedudukan lebih tinggi dari testeenya. Disamping itu psikotes pada umumnya dianggap terbatas pada tes kecerdasan (tes IQ), tes bakat dan minat. Sedangkan pemeriksaan psikologis lebih luas pengertiannya.
Pemeriksaan psikologis merupakan usaha untuk mengukur kapasitas seseorang guna memperoleh gambaran ketrampilan dalam hubungan dengan pekerjaan, melihat pola perilaku yang dapat diterima masyarakat sekitar serta menilai kapasitas produktivitas seseorang dalam pendidikan, kehidupan kerja, kehidupan sosial, dan sebagainya. Untuk melakukan pemeriksaan psikologis dapat dengan alat bantu maupun tidak. Alat hanya bersifat sebagai alat bantu. Pemeriksaan psikologis akan disebut baik bila memiliki nilai diagnostik yang tepat. Fungsi pemeriksaan psikologis deskriptif (menguraikan) dan prediktif (meramalkan). Pemeriksaan psikologis dikatakan baik bila: adanya alasan-alasan pemeriksaan, tujuan pemeriksaan, dan menggunakan cara-cara yang bisa di pertanggungjawabkan. Alat-alat yang digunakan haruslah memiliki sifat objektif dan persyaratan utama yaitu valid (sahih), reliabel (handal) dan distandarisasikan keterbatasan Pemeriksaan psikologis : Familiaritas, bias dalam menjawab soal (yang ingin diterima di bidang tertentu menjawab soal diusahakan sesempurna mungkin)
Pelaksanaan Tes
- Tes Individual; Dilakukan terhadap satu orang pada satu waktu tertentu, Fokus: lebih global atau holistic, ujuan utama adalah mengukur kemampuan umum (general trait) dari individu, Time consuming, Observasi terhadap testee bisa dilakukan dengan lebih intensif, Skor tidak tergantung pada kemampuan membaca testee
- Tes Klasikal: Dilakukan pada banyak orang sekaligus pada satu waktu/waktu yang sama, Fokusnya lebih sempit, yaitu untuk memprediksi kinerja akademik atau profesi, Skor tes sangat tergantung pada kemampuan membaca testee, Validitasnya lebih tinggi, Lebih sering digunakan untuk proses screening (pendidikan atau pekerjaan).
Sejarah Dan Hakikat Tes Psikologi
Sejarah Tes Psikologi
Pada abad ke-19 mulai bangkitnya minat pada pengobatan yang lebih manusiawi terhadap orang-orang gila dan mereka yang mentalitasnya terbelakang, padahal sebelum ini orang-orang tersebut diabaikan, dicemooh bahkan disiksa. Dengan munculnya kepedulian akan perawatan yang lebih layak bagi orang-orang yang punya masalah mental, semakin disadari perlunya kriteria untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasi kasus-kasus tersebut.
Pendirian banyak lembaga sosial untuk perawatan orang-orang bermentalitas terbelakang baik di Eropa maupun Amerika Serikat menimbulkan kebutuhan untuk menetapkan standarstandar penerimaan dan sistem klasifikasi yang obyektif. Perlunya membedakan antara orang gila dan orang bermentalitas terbelakang. Orang gila menampilkan gangguan-gangguan emosional yang bisa ya atau bisa tidak disertai oleh penurunan daya intelektual dari tingkat semula normal; orang bermentalitas terbelakang pada dasarnya ditandai oleh adanya kerusakan intelektual sejak lahir atau semasa kecil.
Menurut Esquirol seorang dokter Prancis menyimpulkan bahwa penggunaan bahasa seseorang merupakan kriteria yang paling dapat diandalkan untuk melihat tingkat intelektualnya.Sumbangan yang sangat penting dalam hal ini diberikan oleh seorang dokter Perancis yang bernama Seguin yang merintis pe latihan orang-orang dengan keterbelakangan mental. Seguin (1866/ 1907) melakukan eksperimen bertahun-tahun dengan metode pelatihan fisiologis, pada tahun 1837 dia mendirikan sekolah pertamapen didikan anak-anak dengan keterbelakangan mental. Pada tahun 1848 dia beremigrasi ke Amerika Serikat dan gagasannya diterima
orang. Banyak teknik pelatihan panca indera dan otot yang selanjut nya diterapkan dalam lembaga-lembaga untuk orang-orang dengan keterbelakangan mental. Dengan metode-metode ini anak- anak dengan keterbelakangan mental diberi latihan intensif dalam
Pembedaan inderawi dan dalam pengembangan kendali motorik. Sejumlah cara yang dikembangkan oleh Seguin pada akhirnya dimasukkan ke dalam tes-tes inteligensi nonverbal atau tes inteligensi tentang kinerja seseorang. Lebih dari setengah abad setelah karya Esquirol dan Seguin, Psikolog Perancis Alfred Binet mendesak agar anak-anak yang gagal untuk memberikan respon pada sekolah yang normal diperiksa sebelum pulang sekolah dan jika dianggap bisa dididik anak-anak itu ditempatkan pada kelas khusus.
Psikolog-psikolog eksperimental awal dari abad ke 19 pada umumnya tidak perduli dengan pengukuran perbedaan individual. Tujuan utama psikolog pada masa itu adalah perumusan deskripsi umum tentang perilaku manusia. Yang lebih merupakan fokus per hatian mereka adalah keseragaman, bukannya perbedaan-perbedaan dalam perilaku. Perbedaan-perbedaan individual diabaikan atau diterima sebagai sesuatu yang pasti buruk, yang membatasi penerapan generalisasi. Jadi, fakta bahwa seseorang bereaksi secara berbeda satu dari yang lain ketika diamati dalam kondisi serupa, dianggap sebagai suatu bentuk kesalahan.
Inilah sikap ter hadap perbedaan-perbedaan individual yang dominan dalam la boratorium seperti yang didirikan oleh Wundt di Leipzig pada tahun 1879 tempat banyak psikolog eksperimental menjalani pendidikan mereka. Dalam pilihan topik mereka, sebagaimana dalam banyak fase lain dari karya mereka, para pendiri psikologi eksperimental men cerminkan pengaruh dari latar belakang mereka dalam bidang fisiologi dan fisika. Masalah-masalah yang ditelaah dalam laboratorium mereka pada umumnya menyangkut kepekaan pada stimuli visual, pendengaran dan indera-indera lainnya dan menyangkut waktu reaksi. Masih ada cara lain yang ditempuh psikologi eksperimental abad ke 19 untuk mempengaruhi jalannya gerakan testing.
Eksperimen-eksperimen psikologis awal menunjukkan kebutuhan akan kendali yang ketat atas kondisi observasi. Contohnya, pemakaian kata-kata dalam petunjuk yang diberikan kepada peserta dalam eksperimen waktu reaksi bisa cukup meningkatkan atau menurunkan kecepatan respon peserta. Atau juga kecerahan atau warna dari lingkungan sekeliling bisa benar-benar mengubah tampilan stimulus visual. Dengan begitu, pentingnya membuat observasi terhadap semua peserta eksperimental di bawah kondisi-kondisi standar ditunjukkan dengan jelas.
Standardisasi prosedur seperti ini pada akhir nya menjadi salah satu dari ciri-ciri khusus tes psikologi. Biolog Inggris, Francis Galton adalah orang yang bertanggung jawab atas peluncuran gerakan testing. Faktor pemersatu dalam berbagai aktivitas penelitian Galton adalah minatnya pada hereditas manusia. Galton menyadari kebutuhan pengukuran ciri- ciri dari orang yang masih punya hubungan keluarga dan yang tidak punya hubungan keluarga. Galton menulis ”Satu-satunya informasi yang sampai pada kita sehubungan dengan peristiwa-peristiwa eksternal nampaknya melewati jalan indera kita; dan semakin perspektif indera itu akan perbedaan, semakin besarlah bidang yang menjadi terapan penilaian dan inteligensi kita”.
Galton juga mencatat bahwa orang-orang dengan keterbelakangan mental ekstrem cenderung defectif dalam kemampuan membedakan antara panas, dingin, dan rasa sakit, sebuah observasi yang lebih jauh memperkuat keyakinannya bahwa kapasitas diskriminatif inderawi secara utuh akan merupakan yang tertinggi di antara orang-orang yang paling mampu secara intelektual. Galton juga merintis penerapan metode skala peringkat dan kuesionerdan juga penggunaan teknik asosiasi bebas yang selanjut nya diterapkan dalam pengembangan metode statistiknya untuk analisis data tentang perbedaan-perbedaan individual. Galton menyeleksi dan mengadaptasi sejumlah teknik yang sebelumnya diturunkan oleh para matematikawan. Teknik-teknik ini ia sesuaikan ke bentuk tertentu sedemikian rupa sehingga bisa digunakan oleh penyelidik yang tidak terlatih secara matematis, yang mungkin ingin memperlakukan hasil-hasil tes secara kuantitatif. Dengan cara lain, dari memperluas aplikasi prosedur statistik sampai pada analisis data tes. Fase pekerjaan Galton ini telah dijalankan oleh banyak mahasiswanya, diantaranya yang paling menonjol adalah Karl Pearson, James McKeen Cattel, seorang Psikolog Amerika menduduki tempat penting dalam perkembangan testing psikologis. Karya Cattel mempertemukan Blog Psikologi eksperimental yang baru didirikan dan gerakan testing yang lebih baru. Untuk meraih doktornya di Leipzig ia menyelesaikan disertasi tentang waktu reaksi di bawah pengarahan Wundt. Sementara memberikan kuliah di Cambridge pada tahun 1888, minat Cattel dalam pengukuran perbedaan individual dikuatkan lagi lewat kontaknya dengan Galton. Sekembalinya ke Amerika Cattel aktif baik dalam pendirian laboratorium psikologi eksperimental dan dalam penyebaran gerakan testing.
Dalam sebuah artikel yang ditulis Cattel pada tahun 1890 istilah tes mental digunakan untuk pertama kalinya dalam literary psikologi. Artikel ini memaparkan rangkaian tes yang diselenggarakan tiap tahun bagi para mahasiswa dalam upaya menentukan tingkat intelektual. Tes-tes ini yang diselenggarakan secara individual meliputi ukuran-ukuran kekuatan otot, kecepatan gerakan sensitivitas pada rasa sakit, ketajaman penglihatan dan pendengaran, pembedaan berat, waktu reaksi, ingatan dan sebagainya. Dalam pilihan tes tesnya, Cattel punya pandangan sama dengan Galton bahwa ukuran fungsi intelektual bisa diperoleh melalui tes-tes pembedaan inderawi dan waktu reaksi.
Sejumlah rangkaian tes yang disusun oleh psikolog Amerika pada masa itu cenderung meliputi fungsi-fungsi yang agak kompleks. Kraepelin yang terutama berminat pada pemeriksaan klinis atas pasien-pasien psikiatris, mempersiapkan serangkaian panjang tes-tes untuk mengukur apa yang dianggap sebagai fak tor-faktor mendasar dalam karakterisasi seorang individu. Tes-tes ini yang cuma memanfaatkan operasi-operasi aritmetika sederhana, dirancang untuk mengukur efek-efek praktik, memori dan kerentanan terhadap kelelahan dan gangguan. Psikolog Jerman lainnya, Ebbinghaus menyelenggarakan tes-tes komputasi aritmetik, rentang memori, dan melengkapi kalimat, merupakan satu-satu nya tes yang menunjukkan hubungan yang jelas dengan prestasi skolastik anak-anak.
Dalam sebuah artikel yang diterbitkan di Perancis pada tahun 1895 Binet dan Henri mengkritik sebagian besar rangkaian tes karena terlalu inderawi dan terlalu berkonsentrasi pada kemampuan kemampuan yang sederhana dan terspesialisasi. Sebuah daftar tes yang ekstensif dan bervariasi diusulkan meliputi fungsi-fungsi seperti memory, imajinasi,perhatian, pemahaman, sugestibilitas. Dalam tes-tes ini kita bisa mengenali tren yang akhirnya mengarah pada pengembangan skala inteligensi Binet. Binet dan teman-temannya mencurahkan waktu bertahun-tahun untuk penelitian aktif dan sederhana tentang cara-cara pengukuran inteligensi. Banyak pendekatan telah dicoba bahkan mencakup pengukuran bentuk tengkorak, muka dan tangan dan analisis atas tulisan tangan. Tetapi hasil-hasilnya menimbulkan keyakinan makin besar bahwa pengukuran yang langsung atas fungsi-fungsi inteletual yang kompleks membawa harapan yang sangat besar.
Baca Juga: loading
Pada tahun 1904 Menteri Pengajaran Umum Perancis menugaskan Binet pada komisi guna mempelajari prosedur-prosedur untuk pendidikan anak-anak yang terbelakang. Dalam kaitan sasaran-sasaran komisi inilah Binet dalam kerjasama dengan Simon menyiapkan Skala Binet Simon yang pertama. Skala ini yang terkenal sebagai skala 1905 terdiri dari 30 masalah atau tes yang diatur dalam urutan tingkat kesulitan yang makin tinggi. Tingkat kesulitan ditentukan secara empiris dengan menyelenggarakan tes pada 50 anak normal berusia 3 sampai 11 tahun dan pada sejumlah anak bermental terbelakang dan orang dewasa. Skala 1905 disajikan sebagai instrumen permulaan dan tak satupun metode obyektif yang tepat untuk sampai pada skor total yang dirumuskan. Pada skala kedua atau skala 1908 jumlah tes ditingkatkan dan semua tes dikelompokkan ke dalam tingkatan umur atas dasar kinerja dari 300 anak normal berusia antara 3 – 13 tahun. Revisi ketiga atas skala Binet Simon muncul pada tahun 1991, tahun meninggalnya Binet pada usia yang masih muda. Sebelum revisi 1908 tes-tes Binet menarik perhatian luas para psikolog di seluruh dunia. Terjemahan dan adaptasi muncul di banyak negara termasuk di Amerika Serikat. Yang pertama dilakukan oleh H. H. Goddard kemudian oleh psikolog riset di Vineland Training School(untuk anak-anak bermental terbelakang). Revisi Goddard sangat berpengaruh dalam penerimaan testing inteligensi di kalangan profesi medis. Revisi ini segera didahului oleh instrumen Stanford Binet yang lebih baik secara psikometris yang dikembangkan oleh L. M. Terman dan kolega-koleganya di Universitas Stanford. Dalam tes inilah IQ pertama kali digunakan. Yang menarik juga adalah revisi Kuhlmann-Binet yang memperluas skala sampai pada usia tiga bulan. Skala ini merupakan salah satu usaha awal untuk mengembangkan tes inteligensi prasekolah dan anak-anak. Tes-tes Binet seperti halnya semua revisinya juga adalah skala individual. Artinya tes-tes ini bisa diadakan hanya untuk satu orang. Banyak tes dalam skala ini membutuhkan respon lisan dari peserta tes atau membutuhkan manipulasi materi. Sejumlah tes menuntut pengukuran waktu respon individu. Karena alasan ini dan alasan lainnya, tes-tes seperti ini tidak diadaptasikan untuk tes kelompok. Ciri khas lain dari tipe tes Binet ini adalah bahwa tes ini membutuhkan seorang penguji tes yang amat terlatih. Tes-tes seperti ini pada dasarnya adalah instrumen-instrumen klinis yang sesuai untuk telaah intensif atas kasus-kasus individual.
Testing kelompok seperti skala Binet pertama dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan praktis. Ketika Amerika Serikat me-masuki Perang Dunia I pada tahun 1917, sebuah komisi ditunjuk oleh American Psychological Assosiation untuk menemukan bagaimana caranya psikologi bisa membantu dalam perang itu. Komisi ini di bawah pengarahan dari Robert M. Yerkes, mengakui perlunya klasifikasi kilat atas satu setengah juta orang yang direkrut. Klasifikasi itu dilakukan dalam hubungan dengan tingkat intelektual umum mereka. Informasi seperti itu relevan bagi banyak keputusan administratif, termasuk penolakan atau pengeluaran seseorang dari dinas militer, penempatan orang pada berbagai macam dinas, atau penerimaan seseorang ke dalam kamp pelatihan perwira.
Dalam konteks inilah tes intelegensi kelompok pertama kali dibuat. Dalam tugas ini psikolog angkatan darat mengambil semua materi tes yang tersedia, dan terutama tes intelegensi kelompok yang belum dipublikasikan, yang disiapkan dan diberikan kepada angkatan darat oleh Arthur S. Otis. Sumbangan utama tes Otis yang dirancang saat menjadi mahasiswa dalam salah satu kuliah pascasarjana Terman, adalah perkenalan dengan pilihan ganda dan jenis-jenis soal obyektif lainnya. Tes-tes yang pada akhirnya dikembangkan oleh psikolog angkatan darat dikenal dengan nama Army Alpha dan Army Beta. Army Alpha dirancang untuk testing rutin umum, sedang Army Beta adalah skala non bahasa yang diterapkan pada orang-orang buta huruf dan pada orang-orang asing yang direkrut yang tidak bisa menjalani tes dalam bahasa inggris. Kedua tes ini sesuai untuk penyelenggaraan tes bagi kelompok besar. Tak lama sesudah akhir Perang Dunia I, tes-tes angkatan darat disebarkan untuk peng gunaan sipil. Kedua tes ini tidak hanya mengalami banyak revisi melainkan juga menjadi model bagi sebagian besar tes inteligensi kelompok. Sebelum Perang Dunia I para psikolog telah mulai mengakui perlunya tes bakat khusus untuk melengkapi tes-tes inteligensi global. Tes-tes bakat khusus ini dikembangkan secara khusus untuk digunakan dalam konseling pekerjaan dan dalam seleksi dan klasifikasi personil industri dan militer. Di antara tes-tes yang digunakan paling luas adalah tes-tes bakat mekanikal, klerikal, musikal dan artistik.
Sementara para psikolog sibuk mengembangkan tes-tes inteligensi dan bakat, ujian sekolah tradisional mengalami sejumlah perubahan teknis. Satu langkah penting ke arah ini diambil oleh sekolah-sekolah negeri Boston pada tahun 1845 ketika ujian tertulis digantikan dengan interogasi lisan pada para siswa oleh para penguji yang datang ke sekolah-sekolah itu. Argumen-argumen yang ditawarkan pada waktu itu untuk mendukung inovasi ini antara lain adalah bahwa ujian-ujian tertulis menempatkan semua siswa dalam situasi seragam, memungkinkan suatu cakupan yang lebih luas, mengurangi unsur peluang dalam pilihan pertanyaan dan menyingkirkan kemungkinan favoritisme pada pihak penguji. Semua argumen ini memiliki lingkaran yang terdengar akrab di telinga kita, argumen-argumen ini banyak digunakan kemudian hari membenarkan penggantian pertanyaan-pertanyaan esai dengan soal-soal pilihan berganda yang obyektif.
Setelah peralihan abad tersebut tes standar pertama untuk mengukur hasil pengajaran sekolah mulai muncul. Dipelopori oleh karya E. L. Thorndike, tes-tes ini memakai prinsip prinsip pengukuran yang dikembangkan dalam laboratorium psikologis. Contoh-contoh mencakup skala untuk penentuan peringkat kualitas tulisan tangan dan karangan tertulis, dan juga tes dalam pengejaan, perhitungan aritmetik, dan penalaran aritmatik. Baru kemudian datanglah ba terai prestasi yang diprakarsai oleh publikasi edisi pertama Stanford Achievement Test pada tahun 1923. para penyusunnya adalah tiga pelopor awal dari perkembangan tes: Truman L. Kelley, Giles M. Ruch dan Lewis M. Terman. Bidang lain testing psikologis yang berhubungan dengan aspek-aspek afektif atau non intelektual, tes yang dirancang untuk maksud ini umumnya dikenal sebagai tes kepribadian. Perintis awal testing kepribadian diilustrasikan oleh penggunaan Kraepelin atas tes asosiasi bebas dengan pasien-pasien psikiatris. Dalam tes ini peserta ujian diberi kata-kata stimulus yang dipilih secara khusus dan mereka diminta memberikan respon pada setiap kata dengan kata pertama yang muncul dalam benak mereka. Kraepelin juga menggunakan teknik ini untuk mempelajari efek-efek psikologis dari keletihan, lapar dan obat bius.
Hakikat Tes Psikologi
Fungsi tes-tes psikologi adalah untuk mengukur perbedaan-perbedaan antara individu-individu atau antara reaksi-reaksi individu yang sama dalam situasi yang berbeda. Salah satu masalah awal yang merangsang pertumbuhan tes-tes psikologi adalah identifikasi orang-orang terbelakang mentalnya. Dorongan kuat pada perkembangan awal tes-tes agaknya didapatkan dari kebutuhan akan penilaian yang muncul dalam pendidikan. Dewasa ini sekolah termasuk pihak paling besar yang menggunakan tes. Tes-tes antara lain digunakan untuk maksud-maksud seperti mengklasifikasi anak-anak dengan acuan pada mereka untuk bisa mengam bil manfaat dari berbagai jenis pelajaran sekolah yang berbedabeda, identifikasi mana yang pembelajar cepat dan mana yang lam ban, konseling pendidikan dan pekerjaan pada tingkat sekolah menengah dan universitas, menyeleksi orang-orang yang melamar masuk sekolah-sekolah profesional. Seleksi dan klasifikasi sumber daya manusia untuk bidang industri menggambarkan pe nerapan utama lainnya tas testing psikologis. Penggunaan tes-tes dalam konseling perorangan secara bertahap meluas dari bimbingan yang berlingkup sempit menyangkut rencana pendidikan dan pekerjaan sampai pada keterlibatan dengan semua aspek kehidupan seseorang. Ketentraman emosi dan hubungan-hubungan interpersonal yang efektif kian lama kian menjadi sasaran utama konseling. Selain itu, tumbuh juga penekanan pada penggunaan tes-tes untuk meningkatkan pemahaman diri dan pengembangan diri.
Dalam kerangka pikir ini skor-skor tes merupakan bagian dari informasi yang diberikan kepada individu sebagai alat bantu untuk proses proses pengambilan keputusannya.Sebuah tes psikologi pada dasarnya adalah alat ukur yang obyektif dan dibakukan atas sampel perilaku. Nilai diagnostik atau prediktif sebuah tes psikologi tergantung pada sejauhmana tes itu menjadi indikator dari bidang perilaku yang relatif luas dan signifikan. Prediksi umumnya berkonotasi perkiraan temporal, contohnya kinerja individu di masa depan pada suatu pekerjaan diramalkan dari kinerja tesnya sekarang ini. Tetapi dalam arti yang luas diagnosis atas kondisi sekarang ini seperti misalnya retardasi mental atau kekacauan emosional, bahkan mengimplikasikan suatu prediksi tentang apa yang ingin dilakukan seorang individu dalam situasi-situasi yang berbeda dari tes-tes yang sekarang. Secara logis adalah lebih sederhana untuk menganggap semua tes ini sebagai sampel-sampel perilaku dari mana prediksi menyangkut perilaku dapat dibuat. Berbagai jenis tes yang berbeda kemudian dapat dicirikan sebagai varian dari pola dasar ini.
Perlu diingat bahwa dalam definisi awal, tes psikologi di gam barkan sebagai alat ukur yang dibakukan. Standardisasi mengimplikasikan keseragaman cara dalam penyelenggaraan cara dan penskoran tes. Jika skor yang diperoleh berbagai macam mau orang harus bisa dibandingkan, kondisi testing jelas harus sama bagi semua. Dalam rangka menjamin keseragaman kondisi-kondisi testing, penyusun tes menyediakan petunjuk petunjuk yang rinci bagi penyelenggaraan setiap tes yang baru dikembangkan. Rumusan petunjuk-petunjuk ini adalah bagian utama dari standardisasi sebuah tes baru. Standardisasi semacam itu menyangkut jumlah tempat materi yang digunakan, batas waktu, instruksi-instruksi lisan, demontrasi awal, cara-cara menjawab pertanyaan dari peserta tes, dan setiap rincian lain dari situasi testing. Langkah penting lainnya dalam standardisasi tes adalah penetapan norma-norma. Tes-tes psikologis tidak memiliki standar lulus atau gagal, yang ditentukan terlebih dahulu.
Kinerja pada setiap tes dievaluasi berdasarkan data empiris. Bagi kebanyakan maksud, skor tes perorangan diinterpretasikan dengan cara membandingkannya dengan skor-skor yang didapatkan oleh orang lain pada tes yang sama. Dalam proses menstandardisasikan sebuah tes, tes diselenggarakan pada sampel yang luas dan representatif dari jenis orang yang memang menjadi sasaran perancangan tes tersebut. Kelompok ini, dikenal sebagai sampel standardisasi, berfungsi untuk menetapkan norma-norma. Norma-norma semacam itu mengindikasikan tidak hanya kinerja rata-rata tetapi juga frekuensi relatif dari derajat penyimpangan yang bervariasi di atas dan di bawah rata-rata.
Tujuan dan Manfaat Tes Psikologi
Tes Psikologi sebagai salah satu Metode dari Psikodiagnostik, mempunyai tujuan untuk klasifikasi, Deskripsi, Interpretasi dan Prediksi. Klasifikasi bertujuan untuk membantu mengatasi problem-problem yang berhubungan dengan: a. Pendidikan, menyangkut masalah intelegensi, minat dan bakat, kesukaran belajar dan sebagainya. Tes intelegensi bertujuan untuk mengetahui tingkat kecerdasan individu yang merupa kan potensi dasar keberhasilan pendidikan. Tes Minat bakat bertujuan membantu individu menyesuaikan jurusan atau ekstra kurikuler dalam pendidikan sehingga bakat dan potensinya dapat diaktualkan secara optimal. Kesukaran belajar atau ketidakmampuan dalam belajar/Learning Disability (LD). b. Perkembangan Anak, menyangkut hambatan-hambatan perkem bangan baik psikis maupun sosial. c. Klinis, berhubungan dengan individu-individu yang meng alami gangguan-gangguan psikis, baik yang ringan maupun yang berat. d. Industri, berhubungan dengan seleksi karyawan, evaluasi dan promosi. Seleksi, suatu proses pemilihan individu yang dinilai paling sesuai untuk menduduki jabatan atau posisi tertentu dalam perusahaan. Evaluasi pemeriksaan psikologis yang bertujuan untuk membantu perusahaan menilai apakah posisi tersebut telah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Selanjutnya untuk keperluan promosi.
Sekian Artikel Definisi, Sejarah, dan Hakikat Tes Psikologi.
Daftar Pustaka
Daftar Pustaka
- Marnat, Gary Groth. (1984). Handbook of a Psychological Assessment. New York:
- Van Nostrad Reinhold, co. Sattler, Jerome M. (1974). Assessment of Children Intelligence. Philadelphia: Saunders Company.
- Sumintardja, Elmira N. (1991). Pengantar Psikodiagnostik. Cetakan II. Bandung: Fak. Psikologi Universitas Padjadjaran
Posting Komentar